Senin, 27 Oktober 2008

Teror Semalam

Semalam hujan turun dengan derasnya. Setelah mengalami cuaca yang sangat panas, akhirnya minggu-minggu ini hujan mulai menyapa kota surabaya. Tapi hujan semalam sangat deras. Bunyi hujan tadi malam mengusik keberanianku. Padahal dulu aku menyukai hujan yang turun dengan derasnya di malam hari. Entah kapan dimulainya ketakutanku, kurang lebih 2 tahun terakhir hujan di malam hari membuatku memilih untuk menutup kepalaku dengan selimut dan memeluk guling erat-erat. Suamiku yang biasanya menenangkanku, mencoba menciptakan suasana agar aku tidak merasa takut.

Entah kenapa aku merasa takut akan hujan tadi malam. padahal bagi sebagian orang, hujan akan memunculkan suatu kenangan (baca blog-nya sg dengan topik 'hujan sore hari'). Tapi semalam...hujan menjadi teror yang membuat kepalaku pening sehingga harus menegak obat sakit kepala dan mendapatkan pijitan untuk meringankan sakit kepalaku. [Nav]

Minggu, 26 Oktober 2008

Cicak vs Duren

2 malam yang lalu seekor cicak menjatuhi kepalaku. Arrgghh,kenapa musti cicak? padahal cicak adalah binatang yang tidak kusukai. membayangkan badannya yang empuk ginjur ginjur membuatku muak2. Hiyyy..... dengan kulitnya yang transparant ketika dia terlentang membuatku ingin menginjaknya (hanya saja aku masih menghargai hak kehewanannya sehingga kuurungkan niatku). Peristiwa itu kuceritakan kepada teman gosipku, dwi. Katanya,"hati-hati lho. Soale kejatuhan cicak itu pertanda tidak baik." Aku diam saja, kupikir..ya jelas tidak baiklah. Secwara aku emang panci ama cicak.

Kenapa musti cicak yang jadi pertanda buruk? kenapa bukan kecoak? bukankah kedua binatang itu sama-sama binatang yang jorok? Atau lalat, atau anjing or ayam...kenapa musti cicak? aku sempat menaruh belas kasihan pada nasib cicak. Di satu sisi, dia dipuji-puji. Dijadikan lagu anak-anak..cicak cicak di dinding, diam diam merayap. datang seekor nyamuk, hap.lalu ditangkap.... Kalau memang cicak sebagai ikon kesialan, seharusnya lagunya diganti liriknya...cicak cicak di dinding,diam-diam merayap. datang seorang anak, pluk. jatuh di kpala...
Paling tidak kalo lagunya seperti itu, berarti manusia konsisten memperlakukan cicak, sebagai ikon kesialan yang didukung proses jatuhnya oleh lagu anak2.

Cicak sama nasibnya dengan tangga. Memang jika kita kejatuhan tangga akan terasa sakit, makanya timbul pepatah...sudah jatuh tertimpa tangga. Tapi kan kita membutuhkan tangga untuk sampai ke atas. kasian oh sunggu kasihan.

Lebih beruntung duren alias durian. Walaupun durinya tajam dan besar-besar, tapi jika kita mendapat 'durian runtuh' maka kita akan beruntung. Bagaimana jika durian runtuh itu tepat di kepala kita? apakah dia akan mengalami pergeseran makna sehingga menjadi sama maknanya dengan kejatuhan cicak? Spertinya cicak adalah cicak yang merupakan ikon kesialan (sama seperti tangga), dan duren adalah duren yang merupakan ikon keberuntungan. Kenapa musti duren? kenapa bukan mangga....bukankah mangga lebih kecil, dan yang terpenting adalah tanpa duri. Duren oh duren....muncul sebagai ikon keberuntungan yang juga dikenal lewat lagu 'belah duren' dari Julia Perez...."...Pelan-pelan duren dibelah. Oh enaknya.." Nah lho, duren emang enak, tapi manggis, nenas, anggur juga gak kalah enaknya. Kenapa musti duren?

Berbicara tentang duren membuatku teringat sahabat2ku sg dan picin yang bersama-sama menikmati duren di samping TVRI yogyakarta. Kenapa musti duren,sg dan picin?

Oh,sungguh masyarakat kita penuh dengan istilah-istilah yang membuatku pening. Aku kejatuhan cicak, bukan duren, bukan pula tangga. Cicak, tangga, duren...... [Nav]

Selasa, 21 Oktober 2008

Mual

Rasanya mual dan pengen muntah. Gak tau apa yang nyebabin itu semua. Lihat wajah orang rasanya pengen kutapok. Beberapa hari ini kejenuhan sedang melandaku dengan gencar. Mungkin karena semuanya berjalan dengan datar, menjadi sebuah rutinitas yang itu-itu dan hanya itu.

*kelip-kelip* Kayaknya asik juga baca novel. Tapi.... *clingak cliguk*...waksss,aku gak punya novel. Masa mo beli sekarang,kan udah malam. Besok aja dach...liat aggaran rumah tangga dulu akh. Hmm..*sambil garuk-garuk kepala*...ternyata gak ada anggaran buat beli novel. Batal dech beli novel. Pengen pinjem temen...temen-temen di sini gak ada yang suka novel. Pengen nyewa..bujubune,ampe sekarang gak nemu penyewaan buku ataupun perpustakaan (hikzz,jadi kangen perpusda DIY tempat meminjam bacaan dikala pengen refreshing dan ngeceng ~aku dunk kalo ngeceng di perpusda~)

Berbekal pengalaman pahit itu, maka di bulan selanjutnya disusunlah anggaran rumah tangga sedemikian hingga sehingga muncul pos untuk membeli novel. Tapi ternyata..arrrgghh,lagi2 batal. Dikasih tugas ama bos suruh bikin ini bikin itu, baca buku yang ini,baca buku yang itu..Occhhhh,kejam. Sungguh terlalu. Kenapa buku ini kenapa buku itu? Tidak ada variasi, sepanjang semester buku itu yang kubaca...mual,muak, pengen muntah. Kalo aku muntah, enaknya kubungkus aja dan kukasi ke Mr.Bean (ingat gak episode Mr.Bean di pesawat dengan seorang anak kecil di sampingnya?)

1 bulan berlalu. Kulalui lagi dengan seperti itu. Kali ini aku berencana untuk mengambil kursus bahasa Jepang. Mengingat pengalaman pahit bulan-bulan yang telah kulewati dengan afek datar, terbersit rasa pesimis bahwa rencanaku bisa terwujud. Ohh...rutinitas pekerjaan. Terbersit melakukan suatu aktivitas yang merupakan spontanitas (kalo dah direncanain berarti bukan spontan lagi ya?) Yah begitulah...Ohh,sungguh terlalu [Nav]